Saturday, October 21, 2017

Belajar Investasi Saham 4 : Pilihan Saham (part 2)

Berinvestasi dalam bentuk saham memang gampang-gampang susah. Salah satu yang mempengaruhi keberhasilan kita dalam berinvestasi di pasar saham adalah ketepatan dalam memilih saham. Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan dalam memilih saham. timing, nilai pasar, profil perusahaan, laporan keuangan perusahaan, rumor dan sebagainya.

Dalam artikel ini saya akan membahas tentang salah satu jenis saham yaitu saham-saham consumer goods, atau saham-saham perusahaan yang memproduksi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Di Bursa Efek Indonesia ada 2 perusahaan raksasa yang mendominasi sektor ini di Indonesia, yaitu Unilever dan Indofood. Siapa sih yang nggak tahu Unilever, perusahaan yang memproduksi dari pasta gigi, sabun, kecap, sampai dengan es krim ini sudah bercokol lama di Indonesia bahkan sejak Indonesia belum merdeka. Begitu juga dengan Indofood, raksasa industri makanan milik dari Grup Salim yang didirikan oleh Sudono Salim alias Lien Tsu Liong ini begitu melegenda di Indonesia dengan produknya yang paling terkenal yaitu Indomie, yang sudah Go Internasional bahkan menjadi makanan favorit di berbagai belahan dunia.

Kebetulan saya mengikuti pergerakan kedua saham ini selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Ternyata hasilnya luar biasa, Wow......! Keduanya menunjukkan performa yang hampir sama, yaitu dalam rentang 10 tahun terakhir nilai saham keduanya naik sekitar 10x lipat. Misalkan pada tahun 2007 lalu kamu berinvestasi pada saham ini sebesar Rp100 juta. Saat ini nilai sahammu itu sekitar Rp1 M. Luar biasa bukan! Belum lagi jika ditambah dividen yang dibagikan tiap tahunnya, mungkin nilai bersih hasil investasimu setara 11 atau 12 kali lipat dari investasi awal.

Kedua saham ini ataupun saham-saham consumer goods memang bukan merupakan saham-saham yang menorehkan kenaikan harga saham paling tinggi, tapi perlu diingat memegang saham ini kita akan merasa lebih aman dan tenang, mengapa bisa demikian? Baik Unilever ataupun Indofood merupakan saham dengan volatilitas rendah, salam artian ketika mayoritas harga-harga saham lainnya cenderung naik tinggi kedua saham ini kenaikannya tidak tinggi, begitu pula ketika keaadaan sebaliknya ketika saham-saham lainnya berguguran terlalu dalam, kedua saham ini akan menunjukkan penurunan yang tidak terlalu signifikan. namun, dalam jangka panjang kedua saham ini konsisten menunjukkan kenaikan, pelan tapi pasti, seperti pepatah Jawa, Alon-alon waton kelakon.

Ketika krisis global 2008, kedua saham ini tidak jatuh terlalu dalam. Saham-saham lainnya bisa jatuh hingga sekitar 50-60%, kedua saham ini paling jatuh sekitar 20-25%. Cukup bisa ditolerir dan terkendali. Siapa sih yang nggak sport jantung jika sahamnya jatuh lebih dari 50%, dan ketika itu banyak investor yang bunuh diri karena tidak sanggup melihat hartanya tergerus sangat dalam, mungkin juga terjerat hutang dalam pembelian sahamnya itu. Amit-amit, jangan sampai kita mengalami hal seperti itu.

Siapa sih yang nggak butuh odol, sabun, mie instan meski krisis sekalipun. Hal inilah yang menjadikan kedua saham ini cukup layak dikoleksi terutama untuk jangka panjang. Memang banyak yang bilang kalau saham ini cocoknya untuk para orang tua yang ingin mewariskannya sebagai harta karun untuk anak cucunya, bukan untuk anak muda yang suka risiko. Semua itu tergantung profil risiko masing-masing investor apakah Risk Averse atau Risk Takers? Jelas saham ini kurang cocok sebagai saham spekulasi atau untuk trading harian, karena volatilitasnya yang rendah. So, long term investment is the best choice for this stocks!